Beranda | Artikel
Sepuluh Kaidah Pemurnian Tauhid
Minggu, 12 September 2021

Bismillah.

Tidaklah diragukan oleh seorang muslim bahwa tauhid merupakan pondasi agama Islam. Oleh sebab itu, para ulama dari masa ke masa senantiasa memprioritaskan dakwah tauhid di tengah manusia.

Kaidah pertama: mengapa Allah menciptakan jin dan manusia?

Allah menciptakan kita untuk beribadah kepada-Nya dan menjauhi syirik. Allah berfirman,

وَمَا خَلَقۡتُ ٱلۡجِنَّ وَٱلۡإِنسَ إِلَّا لِيَعۡبُدُونِ

“Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku” (QS. adz-Dzariyat: 56).

Dan dalam rangka mewujudkan tujuan inilah, Allah pun mengutus para rasul dan menurunkan kitab-kitab. Allah berfirman,

وَمَآ أَرۡسَلۡنَا مِن قَبۡلِكَ مِن رَّسُولٍ إِلَّا نُوحِيٓ إِلَيۡهِ أَنَّهُۥ لَآ إِلَٰهَ إِلَّآ أَنَا۠ فَٱعۡبُدُونِ

“Dan tidaklah Kami utus seorang pun rasul sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya bahwa tidak ada ilah/sesembahan yang benar selain Aku, maka sembahlah Aku” (QS. al-Anbiya: 25).

Kaidah kedua: tidak akan benar ibadah tanpa tauhid

Sebagaimana salat tidak sah tanpa bersuci, maka ibadah tidak akan menjadi benar tanpa tauhid. Apabila ibadah tercampur dengan syirik, maka seluruh amalan akan lenyap dan sia-sia.

Allah berfirman tentang ibadah kaum musyrik,

مَا كَانَ لِلۡمُشۡرِكِينَ أَن يَعۡمُرُواْ مَسَٰجِدَ ٱللَّهِ شَٰهِدِينَ عَلَىٰٓ أَنفُسِهِم بِٱلۡكُفۡرِۚ أُوْلَٰٓئِكَ حَبِطَتۡ أَعۡمَٰلُهُمۡ وَفِي ٱلنَّارِ هُمۡ خَٰلِدُونَ

“Tidak selayaknya kaum musyrik memakmurkan masjid-masjid Allah seraya mempersaksikan atas diri mereka kekafiran. Mereka itulah yang terhapus amal-amal mereka dan di dalam neraka mereka itu kekal” (QS. at-Taubah: 17).

Allah juga berfirman,

لَئِنۡ أَشۡرَكۡتَ لَيَحۡبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ ٱلۡخَٰسِرِينَ

“Sungguh jika kamu melakukan syirik pasti akan lenyap seluruh amalmu dan benar-benar kamu akan termasuk golongan orang yang merugi” (QS. az-Zumar: 65).

Kaidah ketiga: apa makna ibadah yang harus ditujukan kepada Allah semata?

Ibadah adalah merendahkan diri kepada Allah dengan penuh ketaatan; melaksanakan perintah-perintah-Nya, disertai ketundukan dan kepatuhan kepada syariat-Nya, dengan dilandasi kecintaan kepada-Nya. Maka simpul ibadah itu adalah melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Ibadah harus dilandasi dengan kecintaan dan pengagungan.

Kaidah keempat: bagaimana mengenali macam-macam ibadah?

Segala sesuatu yang dicintai oleh Allah untuk kita lakukan dalam rangka mendekatkan diri kepada-Nya, maka itu adalah ibadah. Ia mencakup keyakinan hati, ucapan lisan, dan amal dengan anggota badan. Kita bisa mengenali bahwa hal itu dicintai Allah apabila Allah memerintahkannya, memuji pelakunya, meridainya, atau memberikan janji pahala atasnya.

Di antara contoh ibadah hati adalah inabah/ kembali kepada Allah. Allah berfirman,

وَأَنِيبُوٓاْ إِلَىٰ رَبِّكُمۡ وَأَسۡلِمُواْ لَهُ

“Dan inabah/kembalilah kalian kepada Rabb kalian dan pasrahlah kepada-Nya” (QS. az-Zumar: 54).

Demikian pula khasyyah/ rasa takut kepada Allah. Allah berfirman,

إِنَّ ٱلَّذِينَ يَخۡشَوۡنَ رَبَّهُم بِٱلۡغَيۡبِ لَهُم مَّغۡفِرَةٞ وَأَجۡرٞ كَبِيرٞ

“Sesungguhnya orang-orang yang merasa takut kepada Rabb mereka dalam keadaan ghaib/ tidak tampak, bagi mereka ampunan dan pahala yang sangat besar” (QS. al-Mulk: 12).

Di antara contoh ibadah lisan adalah berzikir. Allah berfirman,

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱذۡكُرُواْ ٱللَّهَ ذِكۡرٗا كَثِيرٗا

“Wahai orang-orang yang beriman, berzikirlah kepada Allah dengan zikir sebanyak-banyaknya” (QS. al-Ahzab: 41).

Di antara contoh ibadah anggota badan adalah mendirikan salat dan menunaikan zakat. Allah berfirman,

وَأَقِيمُواْ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتُواْ ٱلزَّكَوٰةَ وَٱرۡكَعُواْ مَعَ ٱلرَّٰكِعِينَ

“Dan dirikanlah salat, tunaikanlah zakat, dan rukuklah beserta orang-orang yang rukuk” (QS. al-Baqarah: 43).

Begitu pula menyembelih kurban. Allah berfirman,

فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَٱنۡحَرۡ

“Maka salatlah untuk Rabbmu dan sembelihlah kurban” (QS. al-Kautsar: 2).

Dengan demikian, segala bentuk ibadah itu tidak boleh dipalingkan kepada selain Allah. Tidak ada yang berhak mendapatkan ibadah selain Allah. Allah berfirman,

فَٱعۡبُدِ ٱللَّهَ مُخۡلِصٗا لَّهُ ٱلدِّينَ

“Maka beribadahlah kepada Allah dengan memurnikan agama/ ketaatan untuk-Nya” (QS. az-Zumar: 2).

Kaidah kelima: syirik kepada Allah adalah dosa terbesar dan paling berbahaya

Syirik menyebabkan semua amalan akan terhapus dan tidak akan mendapatkan ampunan dari Allah apabila pelakunya tidak bertaubat sebelum meninggal. Allah berfirman,

إِنَّ ٱللَّهَ لَا يَغۡفِرُ أَن يُشۡرَكَ بِهِۦ وَيَغۡفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَن يَشَآءُۚ

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik kepada-Nya dan akan mengampuni dosa-dosa lain yang berada di bawah tingkatan itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya” (QS. an-Nisa: 48).

Allah juga berfirman,

إِنَّهُۥ مَن يُشۡرِكۡ بِٱللَّهِ فَقَدۡ حَرَّمَ ٱللَّهُ عَلَيۡهِ ٱلۡجَنَّةَ وَمَأۡوَىٰهُ ٱلنَّارُۖ وَمَا لِلظَّٰلِمِينَ مِنۡ أَنصَارٖ

“Sesungguhnya barangsiapa yang mempersekutukan Allah, benar-benar Allah haramkan atasnya surga dan tempat tinggalnya adalah neraka. Dan tidak ada bagi orang-orang zalim itu sedikit pun penolong” (QS. al-Maidah: 72).

Baca Juga: Makna, Rukun dan Syarat Kalimat Tauhid

Kaidah keenam: apakah hakikat syirik yang wajib diwaspadai?

Syirik kepada Allah adalah menjadikan sekutu bagi Allah dalam hal-hal yang termasuk dalam kekhususan-Nya. Kekhususan Allah itu mencakup perkara rububiyah, uluhiyah, dan asma’ wa shifat-Nya. Allah sebagai satu-satunya pemelihara, penguasa, dan pengatur alam semesta. Ini adalah kekhususan Allah dalam hal rububiyah. Adapun kekhususan Allah dalam hal uluhiyah yaitu bahwa hanya Allah yang berhak untuk disembah.

Allah berfirman,

إِنَّنِيٓ أَنَا ٱللَّهُ لَآ إِلَٰهَ إِلَّآ أَنَا۠ فَٱعۡبُدۡنِي وَأَقِمِ ٱلصَّلَوٰةَ لِذِكۡرِيٓ

“Sesungguhnya Aku ini adalah Allah; Yang tidak ada ilah/ sesembahan yang benar selain Aku, maka sembahlah Aku. Dan tegakkanlah salat untuk mengingat-Ku” (QS. Thaha: 14).

Allah pemilik segala sifat kesempurnaan dan nama-nama yang terindah. Ini merupakan kekhususan Allah dalam hal nama dan sifat-Nya (asma’ wa shifat).

Allah berfirman,

ۚ لَيۡسَ كَمِثۡلِهِۦ شَيۡءٞۖ وَهُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلۡبَصِيرُ

“Tidak ada yang serupa dengan-Nya sesuatu apapun, dan Dia Maha mendengar lagi Maha melihat.” (QS. as-Syura: 11).

Oleh sebab itu, tidak boleh mempersekutukan Allah dalam hal rububiyah, uluhiyah, maupun nama dan sifat-sifat-Nya (asma’ wa shifat). Tidaklah seorang menjadi ahli tauhid kecuali apabila dia mengesakan Allah dalam hal rububiyah, uluhiyah, dan asma’ wa shifat-Nya.

Kaidah ketujuh: doa adalah ibadah yang paling agung

Ada dua macam bentuk doa; (1) doa dalam bentuk ibadah secara umum; dan (2) doa dalam bentuk permintaan dengan lisan. Salat, puasa, haji, dan sebagainya adalah doa dalam makna yang umum. Adapun meminta berbagai kebutuhan kepada Allah, maka ini adalah doa dalam makna yang khusus. Allah berfirman,

وَقَالَ رَبُّكُمُ ٱدۡعُونِيٓ أَسۡتَجِبۡ لَكُمۡۚ إِنَّ ٱلَّذِينَ يَسۡتَكۡبِرُونَ عَنۡ عِبَادَتِي سَيَدۡخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ

“Dan Rabb kalian berkata, Berdoalah kalian kepada-Ku, niscaya Aku kabulkan permintaan kalian. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari beribadah kepada-Ku, pasti akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina” (QS. Ghafir: 60).

Doa dan segala bentuk ibadah yang lain harus ditujukan kepada Allah. Tidak boleh menyeru atau beribadah kepada selain Allah; siapa pun atau apa pun ia. Allah berfirman,

وَأَنَّ ٱلۡمَسَٰجِدَ لِلَّهِ فَلَا تَدۡعُواْ مَعَ ٱللَّهِ أَحَدٗا

“Dan sesungguhnya masjid-masjid itu adalah milik Allah, maka janganlah kalian menyeru/ berdoa kepada selain Allah bersama-Nya; siapa pun juga” (QS. al-Jin: 18).

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

وَإِذَا سَأَلْتَ فَاسْأَلِ اللَّهَ، وَإِذَا اسْتَعَنْتَ فَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ

“Apabila kamu memohon, maka mohonlah kepada Allah. Dan apabila kamu meminta pertolongan, maka mintalah pertolongan kepada Allah” (HR. Tirmidzi).

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda, “Sesungguhnya tidak boleh beristighotsah/ meminta keselamatan kepadaku. Sesungguhnya istighotsah itu hanya boleh ditujukan kepada Allah ‘azza wa jalla” (HR. Thabarani).

Dengan demikian, doa, istighotsah, dan isti’adzah (meminta perlindungan) adalah murni milik Allah. Oleh sebab itu, tidak boleh menujukan ibadah itu kepada selain-Nya. Barangsiapa berdoa kepada selain Allah atau ber-istighotsah kepada selain-Nya, maka sesungguhnya dia telah beribadah kepada selain Allah. Kecuali apabila orang yang dia minta pertolongan itu masih hidup, hadir, atau bisa berkomunikasi dengannya, dan mampu memberikan pertolongan.

Kaidah kedelapan: syarat meminta bantuan kepada makhluk

Diperbolehkan berdoa – dalam artian meminta bantuan – kepada makhluk, dengan syarat orang yang dimintai pertolongan itu masih hidup, hadir, atau bisa berkomunikasi dengannya, dan mampu memberikan bantuan. Seperti misalnya, meminta bantuan kepada teman untuk mengerjakan suatu urusan. Sebagaimana kisah seorang Bani Israil yang meminta bantuan kepada Musa ‘Alaihis salam. Allah berfirman,

فَٱسۡتَغَٰثَهُ ٱلَّذِي مِن شِيعَتِهِۦ عَلَى ٱلَّذِي مِنۡ عَدُوِّهِ

“Maka meminta bantuan kepadanya (Musa) orang yang berasal dari kelompoknya, untuk menghadapi gangguan dari musuhnya” (QS. al-Qashash: 15).

Dengan demikian, perbuatan meminta kepada selain Allah itu dihukumi syirik apabila:

Pertama; meminta kepadanya sesuatu yang hanya dikuasai oleh Allah. Misalnya, meminta kepada makhluk agar memberikan hidayah ke dalam hati, mengampuni dosa, memberikan anak/ keturunan, menurunkan hujan, dsb.

Allah berfirman,

وَإِن يَمۡسَسۡكَ ٱللَّهُ بِضُرّٖ فَلَا كَاشِفَ لَهُۥٓ إِلَّا هُوَۖ وَإِن يُرِدۡكَ بِخَيۡرٖ فَلَا رَآدَّ لِفَضۡلِهِ

“Dan apabila Allah timpakan kepadamu suatu bahaya, maka tidak ada yang bisa menyingkapnya kecuali Dia. Dan apabila Dia menghendaki kebaikan bagimu, maka tidak ada yang bisa menolak karunia-Nya” (QS. Yunus: 107).

Kedua; berdoa atau meminta kepada orang yang sudah mati. Allah berfirman,

وَٱلَّذِينَ تَدۡعُونَ مِن دُونِهِۦ مَا يَمۡلِكُونَ مِن قِطۡمِيرٍ (١٣) إِن تَدۡعُوهُمۡ لَا يَسۡمَعُواْ دُعَآءَكُمۡ وَلَوۡ سَمِعُواْ مَا ٱسۡتَجَابُواْ لَكُمۡۖ وَيَوۡمَ ٱلۡقِيَٰمَةِ يَكۡفُرُونَ بِشِرۡكِكُمۡۚ وَلَا يُنَبِّئُكَ مِثۡلُ خَبِيرٖ (١٤)

“Dan orang-orang yang kalian seru selain-Nya itu tidaklah menguasai walaupun setipis kulit ari. Apabila kalian berdoa kepada mereka, maka mereka tidak bisa mendengar doa kalian. Seandainya mereka bisa mendengar, maka mereka tidak bisa memenuhi perimintaan kalian. Dan pada hari kiamat, mereka akan mengingkari syirik kalian. Dan tidak ada yang bisa memberitakan kepadamu sebagaimana [Allah] Yang Maha teliti” (QS. Fathir: 13-14).

Ketiga; berdoa/meminta kepada orang/makhluk yang gaib/tidak hadir dan tidak bisa berkomunikasi dengannya secara wajar. Tidak ada yang bisa mendengar suara segenap makhluk – di manapun mereka berada – dalam setiap keadaan selain Allah. Allah berfirman,

أَلَمۡ تَرَ أَنَّ ٱللَّهَ يَعۡلَمُ مَا فِي ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَمَا فِي ٱلۡأَرۡضِۖ مَا يَكُونُ مِن نَّجۡوَىٰ ثَلَٰثَةٍ إِلَّا هُوَ رَابِعُهُمۡ وَلَا خَمۡسَةٍ إِلَّا هُوَ سَادِسُهُمۡ وَلَآ أَدۡنَىٰ مِن ذَٰلِكَ وَلَآ أَكۡثَرَ إِلَّا هُوَ مَعَهُمۡ أَيۡنَ مَا كَانُواْۖ

“Tidaklah terjadi bisik-bisik di antara tiga orang, kecuali Allah lah yang keempat, dan tidak pula lima orang kecuali Allah lah yang keenam. Tidak pula kurang atau lebih daripada itu melainkan Dia bersama dengan mereka di mana pun mereka berada” (QS. al-Mujadilah: 7).

Baca Juga: Nasib Ahli Tauhid di Akhirat

Kaidah kesembilan: hukum memalingkan ibadah kepada selain Allah

Barangsiapa memalingkan suatu bentuk ibadah kepada selain Allah, maka dia telah berbuat syirik kepada Allah. Hal tersebut sama dengan meyakini bahwa apa yang dia seru itu bisa mendatangkan manfaat atau mudarat, atau dia beribadah kepadanya dengan tujuan semata-mata demi memperoleh syafaat darinya di sisi Allah.

Dalilnya adalah bahwa orang-orang kafir yang diperangi oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam telah mengakui bahwa Allah satu-satunya yang mencipta, pemberi rizki, yang menghidupkan dan mematikan, dan mengatur segala urusan. Akan tetapi, hal itu belum memasukkan mereka ke dalam agama Islam.

Allah berfirman,

قُلۡ مَن يَرۡزُقُكُم مِّنَ ٱلسَّمَآءِ وَٱلۡأَرۡضِ أَمَّن يَمۡلِكُ ٱلسَّمۡعَ وَٱلۡأَبۡصَٰرَ وَمَن يُخۡرِجُ ٱلۡحَيَّ مِنَ ٱلۡمَيِّتِ وَيُخۡرِجُ ٱلۡمَيِّتَ مِنَ ٱلۡحَيِّ وَمَن يُدَبِّرُ ٱلۡأَمۡرَۚ فَسَيَقُولُونَ ٱللَّهُۚ فَقُلۡ أَفَلَا تَتَّقُونَ

“Katakanlah, Siapakah yang memberikan rizki kepada kalian dari langit dan bumi, atau siapakah yang menguasai pendengaran dan penglihatan, siapa yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup, dan siapakah yang mengatur segala urusan? Niscaya mereka akan menjawab ‘Allah’. Maka katakanlah, ‘Mengapa kalian tidak bertakwa?’” (QS. Yunus: 31).

Lantas mengapa mereka dinyatakan sebagai orang kafir? Jawabannya adalah karena mereka telah mempersembahkan ibadah kepada selain Allah, walaupun dengan alasan untuk mendekatkan diri kepada Allah atau untuk mencari syafaat. Allah berfirman,

وَٱلَّذِينَ ٱتَّخَذُواْ مِن دُونِهِۦٓ أَوۡلِيَآءَ مَا نَعۡبُدُهُمۡ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَآ إِلَى ٱللَّهِ زُلۡفَىٰٓ إِنَّ ٱللَّهَ يَحۡكُمُ بَيۡنَهُمۡ فِي مَا هُمۡ فِيهِ يَخۡتَلِفُونَۗ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يَهۡدِي مَنۡ هُوَ كَٰذِبٞ كَفَّارٞ

“Dan orang-orang yang menjadikan selain Allah sebagai wali/penolong/sesembahan, mereka mengatakan, ‘Tidaklah kami menyembah mereka melainkan supaya mereka lebih mendekatkan diri kami kepada Allah.’ Sesungguhnya Allah akan memberikan keputusan hukum atas apa-apa yang mereka perselisihkan. Sesungguhnya Allah tidak akan memberikan petunjuk kepada pendusta lagi ingkar” (QS. az-Zumar: 3).

Allah juga berfirman,

وَيَعۡبُدُونَ مِن دُونِ ٱللَّهِ مَا لَا يَضُرُّهُمۡ وَلَا يَنفَعُهُمۡ وَيَقُولُونَ هَٰٓؤُلَآءِ شُفَعَٰٓؤُنَا عِندَ ٱللَّهِۚ قُلۡ أَتُنَبِّ‍ُٔونَ ٱللَّهَ بِمَا لَا يَعۡلَمُ فِي ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَلَا فِي ٱلۡأَرۡضِۚ سُبۡحَٰنَهُۥ وَتَعَٰلَىٰ عَمَّا يُشۡرِكُونَ

“Dan mereka beribadah kepada selain Allah; sesuatu yang tidak mendatangkan bahaya dan tidak pula manfaat kepada mereka. Mereka mengatakan, ‘Mereka ini adalah para pemberi syafaat bagi kami di sisi Allah.’ Katakanlah, ‘Apakah kalian hendak memberitakan kepada Allah dengan sesuatu yang tidak diketahui-Nya di langit dan di bumi? Maha suci dan Maha tinggi Allah dari apa-apa yang mereka persekutukan” (QS. Yunus: 18).

Kaidah kesepuluh: selain Allah tidak boleh disembah, apa pun atau siapa pun dia

Tidak ada bedanya antara beribadah kepada selain Allah apakah yang disembah itu berupa malaikat, manusia, jin, batu, atau pohon. Maka perbuatan beribadah kepada selain Allah – apapun bentuknya sesembahan itu – tetap dihukumi sebagai perbuatan syirik. Hal ini bisa kita lihat di tengah kaum yang didakwahi oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam. Ada di antara mereka yang menyembah matahari dan bulan, ada yang menyembah orang-orang salih, ada yang menyembah malaikat, ada yang menyembah nabi, dan ada pula yang menyembah batu dan pohon.

Mereka semuanya diperangi oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam tanpa membeda-bedakan di antara mereka. Allah berfirman,

وَقَٰتِلُوهُمۡ حَتَّىٰ لَا تَكُونَ فِتۡنَةٞ وَيَكُونَ ٱلدِّينُ كُلُّهُۥ لِلَّهِۚ فَإِنِ ٱنتَهَوۡاْ فَإِنَّ ٱللَّهَ بِمَا يَعۡمَلُونَ بَصِيرٞ

“Dan perangilah mereka itu sampai tidak ada lagi fitnah/syirik. Dan agama/amal itu semuanya menjadi milik Allah. Maka apabila mereka berhenti -dari syirik-, sesungguhnya Allah Maha melihat apa-apa yang mereka kerjakan” (QS. al-Anfal: 39).

Terjadinya penyembahan kepada matahari dan bulan dikisahkan oleh Allah. Allah berfirman,

لَا تَسۡجُدُواْ لِلشَّمۡسِ وَلَا لِلۡقَمَرِ وَٱسۡجُدُواْۤ لِلَّهِۤ ٱلَّذِي خَلَقَهُنَّ إِن كُنتُمۡ إِيَّاهُ تَعۡبُدُونَ

“Janganlah kalian sujud kepada matahari dan bulan, dan sujudlah kepada Allah Yang telah menciptakan itu semuanya, jika kalian benar-benar beribadah hanya kepada-Nya” (QS. Fushshilat: 37).

Penyembahan kepada orang-orang salih dan malaikat juga telah diceritakan di dalam al-Qur’an. Allah berfirman,

قُلِ ٱدۡعُواْ ٱلَّذِينَ زَعَمۡتُم مِّن دُونِهِۦ فَلَا يَمۡلِكُونَ كَشۡفَ ٱلضُّرِّ عَنكُمۡ وَلَا تَحۡوِيلًا (٥٦) أُوْلَٰٓئِكَ ٱلَّذِينَ يَدۡعُونَ يَبۡتَغُونَ إِلَىٰ رَبِّهِمُ ٱلۡوَسِيلَةَ أَيُّهُمۡ أَقۡرَبُ وَيَرۡجُونَ رَحۡمَتَهُۥ وَيَخَافُونَ عَذَابَهُۥٓۚ إِنَّ عَذَابَ رَبِّكَ كَانَ مَحۡذُورٗا (٥٧)

“Katakanlah, Serulah apa-apa yang kalian sangka -sebagai sesembahan- selain-Nya, maka mereka itu tidak menguasai untuk menyingkap bahaya dari kalian dan tidak pula memalingkannya. Mereka yang diseru itu justru mencari wasilah/ sarana untuk mendekatkan diri kepada Rabb mereka; siapakah yang lebih dekat -dengan Allah- dan mereka mengharapkan rahmat-Nya, dan takut akan azab-Nya. Sesungguhnya azab Rabbmu sangat layak untuk ditakuti” (QS. al-Israa: 56-57).

Ibnu ‘Abbas mengatakan bahwa ayat ini turun berkaitan dengan orang-orang yang beribadah kepada Isa, ibunya, dan Uzair. Ibnu Mas’ud mengatakan bahwa ayat ini turun berkaitan dengan orang-orang yang beribadah kepada para malaikat.

Peribadatan kepada selain Allah adalah syirik. Hal tersebut sama dengan mereka menyembah malaikat, nabi, wali, patung, atau meyakini yang disembah itu menguasai manfaat atau mudarat, atau mereka hanya meyakini apa yang disembah hanya menjadi perantara atau pemberi syafaat di sisi Allah. Semuanya itu adalah termasuk perbuatan syirik.

Demikian, semoga bermanfaat.

Referensi:

Artikel ini merupakan ringkasan dari sebagian kaidah yang ditulis oleh Syekh Faishal bin Qazar al-Jasim Hafizhahullah dalam kitabnya ‘Tajrid at-Tauhid min Daranisy Syirki wa Syubahit Tandid’.

Baca Juga:

Penulis: Ari Wahyudi


Artikel asli: https://muslim.or.id/68750-sepuluh-kaidah-pemurnian-tauhid.html